BAHASA ANGGODO DALAM FENOMENA BAHASA INDONESIA LOKAL: SEBUAH KASUS SOSIOLINGUISTIK

NFN Maryanto

Abstract

This paper is answering a question of how to strengthen the power of Indonesian as the language of everlasting unity in Indonesia. The answer is the importance for political recognition of the diverse localities of the language. In this case study, a qualitative approach is employed to explain the sociolinguistic phenomenon of local Indonesian practices as the case of the language uttered in Anggodo’s telephone calls which have recently been appeared in public by the Constitution Court. The nature of the data is secondary which are collected by the recordings of Anggodo’s  telephone calls. The purposive sampling method is used to extract the sample from all of Anggodo’s utterances. The data analysis is in terms of hermeneutics to find out the sociolinguistic meanings of the overall ambiguous texts which are produced in the discourse of Anggodo’s case. Such a language practiced by Anggodo in society is found to be linguistically ambiguous--whether it is Indonesian or local language--under the current language policy separating Indonesian from local languages.

Abstrak Artikel ini menjawab pertanyaan bagaimana meningkatkan kekuatan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan abadi di Indonesia. Jawaban atas pertanyaan itu ialah pentingnya pengakuan politis terhadap keberagaman lokalitas bahasa Indonesia. Dalam studi kasus ini, pendekataan kualitatif dimanfaatkan untuk menjelaskan fenomena praktik berbahasa Indonesia lokal, seperti kasus bahasa yang dituturkan Anggodo dalam percakapan telepon yang dimunculkan di publik baru-baru ini oleh Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang diambil dari rekaman pembicaraan telepon Anggodo. Metode sampling bertujuan (purposive sampling) digunakan untuk mengekstrak percontoh dari semua tuturan Anggodo. Data dianalisis menurut teori hermeneutika untuk menemukan makna sosiolinguistik atas keseluruhan ambiguitas teks yang telah diproduksi dalam diskursus kasus Anggodo. Bahasa seperti yang dipraktikkan Anggodo di masyarakat ditemukan sangat ambigu secara linguistik—apakah bahasanya merupakan bahasa Indonesia (bahasa nasional) atau bahasa lokal (daerah)—menurut kebijakan bahasa yang sekarang berlaku untuk memisahkan bahasa Indonesia dari bahasa lokal.

Keywords

sociolinguistic; local language; language policy; sosiolinguistik; bahasa lokal; kebijakan bahasa

Full Text:

PDF

References

Alwi, Hasan dan Dendy Sugono, 2000. Politik Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Bhatt, Rakesh M. 2005. ”Expert Discourses, Local Pratices, and Hybridity: The Case of Indian Englishes”. artikel dalam Reclaiming The Local in Language Policy and Practice (ed. A Suresh Canagarajah). London: Lawrence Erlbaum Associates.

Mahsun. 2009. ”Beberapa Persoalan dalam Upaya Menjadikan Bahasa Ibu sebagai Bahasa Pengantar Pendidikan di Indonesia”. Makalah Seminar Internasional Bahasa dan Pendidikan Anak Bangsa di Bandung pada tanggal 26 Mei.

Maryanto. 2008. ”Bahasa Indonesia Lokal dan Bahasa Lintas-Kurikulum: Pendidikan untuk Semua”. Makalah pada Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia XVI Himpunan Pembina Bahasa Indonesia di Yogyakarta, 16—18 Mei 2008.

————, 2010. “Bahasa Ibu Mau ke Mana?”. Koran Tempo, 21 Februari 2010.

Nababan, P.W.J., 1993. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Pattanayak, D.P. 1981. Multilingualism and Mother-Tongue Education. Delhi, Oxford University Press.

Widodo, Supriyanto. 2006. ”Mengenal ’Bahasa Indonesia Dialek Jayapura”. Artikel majalah Kibas Cendrawasih Volume 2, Nomor 2, Oktober 2006.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.